Farewell dari Dalam Kremlin

Ilustrasi

Moskow, Februari 1982. Salju belum benar-benar mencair saat seorang pria berdiri terpaku di sebuah taman. Tangannya masih menggenggam pisau. Di dekatnya, seorang pria tergeletak tak bernyawa—sesama anggota KGB. Seorang wanita terluka parah, terengah-engah dengan darah membasahi mantelnya.

Tak butuh waktu lama bagi polisi untuk datang. Tapi mereka bukan yang pertama. Agen-agen KGB sudah lebih dulu mengepung tempat kejadian. Dan ketika seorang kolonel KGB bernama Vladimir Ippolitovich Vetrov tiba satu jam kemudian, perempuan itu langsung menunjuk: "Dia pelakunya."

Kabar tentang pembunuhan brutal ini langsung membuat markas Lubyanka gempar. Vetrov bukan sembarang perwira. Ia dikenal sebagai ahli teknologi, insinyur brilian yang bertahun-tahun dipercaya menangani misi intelijen paling strategis Uni Soviet: mencuri rahasia teknologi dari Barat. Tapi malam itu, semua berubah.

Awalnya, KGB ingin memperlakukan kasus ini sebagai "kejahatan gairah." Itu cara yang aman untuk menyembunyikan noda dalam tubuh mereka sendiri. Tapi surat-surat Vetrov dari penjara, yang dia kirim pada istrinya, menyingkap sesuatu yang lebih dalam. Dalam satu kalimat samar, ia menyebut bahwa pembunuhan itu memaksanya menghentikan "sesuatu yang besar."

Kecurigaan pun bergulir. Dan ketika interogasi demi interogasi tak memberi jawaban, Vetrov sendiri yang memecah kebekuan. Ia menyerahkan sebuah dokumen tulisan tangan berjudul: "Pengakuan Seorang Pengkhianat." Dan isinya membuat pucat para jenderal KGB.

Selama dua tahun terakhir, Vetrov adalah mata-mata Prancis.

Dengan nama sandi "Farewell", ia telah menyerahkan lebih dari 4.000 dokumen rahasia, membongkar jaringan spionase teknologi Soviet—dikenal sebagai Line X —yang selama dua dekade mencuri desain, prototipe, dan inovasi militer dari Amerika Serikat dan sekutunya.

Bersama intelijen Prancis (DGSE), dokumen itu dibagikan ke CIA dan NATO. Washington tak tinggal diam. Dalam salah satu operasi tersenyap dan tercerdas di era Perang Dingin, Amerika merancang teknologi palsu yang tampak otentik, tapi rusak dari dalam. Soviet mencurinya dengan senang hati—dan kemudian membangun sistem mereka di atas kebohongan itu.

Salah satu hasilnya: ledakan jaringan pipa gas raksasa di Siberia yang menghancurkan infrastruktur bernilai miliaran rubel. Tak seorang pun di dunia luar tahu bahwa itu bukan sabotase konvensional—itu adalah hasil rekayasa.

Vetrov tahu apa yang dia lakukan. Ia tidak menyesal. Dalam pengakuannya, ia menulis bahwa pengkhianatannya bukan untuk uang, bukan untuk pelarian, tapi karena keyakinan bahwa sistem yang ia layani begitu lama telah kehilangan akal sehatnya. Ketika roket diluncurkan ke orbit, rakyat di bawah masih harus mengantre roti.

KGB ingin menjadikannya contoh. Tapi Vetrov menolak jadi simbol penyesalan. Ia bahkan mengancam akan membongkar kebusukan birokrasi Soviet di ruang sidang. Maka tak ada sidang.

Musim semi 1985, seorang penjaga membuka pintu sel dan membawa Vetrov ke lorong yang sunyi. Tak lama kemudian, tembakan senyap mengakhiri hidup pria yang pernah menyalakan api di jantung Uni Soviet. Tidak ada batu nisan. Tidak ada pengakuan resmi.

Tapi dunia intelijen tahu. Dan sejarah mencatat: Vladimir Vetrov adalah mata-mata yang membantu mengubah arah Perang Dingin.

 

Content Creator
Penulis dan content creator, yang berminat bercerita tentang kisah-kisah nyata.

Sematacerita menyediakan kisah-kisah nyata, cerita fiksi terjemahan dan orisinal.