Kisah Matthew Scott Menyelamatkan Diri dari Penyanderaan di Kolumbia

Ilustrasi

Suasana hening di hutan Sierra Nevada, pegunungan di Kolombia, pada September 2003 tiba-tiba terganggu oleh kedatangan para pemberontak Kolumbial. Mereka masuk ke dalam tenda yang dihuni oleh tujuh orang turis asing, termasuk Matthew Scott, seorang pelajar Inggris yang saat itu berusia 19 tahun yang waktu sedang menikmati liburan kuliahnya. Awalnya, dia mengira itu hanyalah perampokan biasa, tetapi kemudian dia menyadari bahwa mereka dibawa sebagai sandera.

Sebetulnya ada 12 turis selain Matthew yang awalnya disandera oleh para pemberontak itu. Namun 5 diantaranya ditinggalkan karena sakit. Tinggalah Matthew dan 7 turis lainnya -satu warga Inggris, empat orang Israel, seorang Jerman dan seorang Spanyol- yang disandera di kawasan hutan lebat Kolombia.

Matthew ingin melepaskan dirinya dari penyandera.

Matthew Scott

"Saya tidak ingin ketinggalan penerbangan kembali. Saya ingin melihat keluarga saya lagi. Saya ingin kembali tepat waktu untuk minggu mahasiswa baru. Itulah yang mengalir dalam pikiranku yang membuatku berpikir untuk melarikan diri,“ kata Matthew.

Ia menyampaikan keinginannya itu ke sandera lainnya. Tapi ajakan kabur itu justru membuat sandera lain khawatir. Mark Henderson, seorang turis Inggris lainnya, memintanya untuk tidak pergi karena takut para pemberontak akan membalas dendam pada mereka yang ditinggalkan. Errez, seorang wisatawan Israel, bahkan mengancam akan menembaknya jika dia pergi.

Penentangan dari para sandera lain tidak menyurutkan niat Matthew. Pada hari ke-10 penyanderaan yang melemahkannya karena kurang makan, Matthew melihat ada kesempatan untuk melarikan diri dari para penyanderanya.

"Kami berada di lereng gunung, saya mendengar sungai di sebelah kanan dan saya mengikuti suara itu. Sisi jurang itu sangat dalam,” kata Matthew.

Ia berkata kepada dirinya sendiri, 'Kalau kau akan pergi, maka sekaranglah waktunya.” Kepada Mark ia berkata, “Jika ini antara leherku atau orang asing, maka leherku harus selalu dipertaruhkan."

Matthew dengan cepat melompat ke sisi jurang itu. Untungnya, lengan atau kakinya tidak patah. Ia terus berlari, tidak membiarkan pikiran lain melintas di kepalanya, sampai berjarak 100 meter di bawah jalan rombongan para sandera digiring oleh pemberontak Kolumbia.

Karena hutan yang begitu lebat, satu-satunya cara untuk maju adalah dengan merangkak di dasar sungai. Akibatnya, kaki Matthew terluka dengan luka kecil. Dia khawatir, jika banyak nanah yang terkumpul, dia bisa mengalami kondisi yang disebut kaki parit dan harus diamputasi.

Matthew mengaku momen terendah dalam hidupnya adalah saat dia menyadari bahwa dia mungkin berjalan ke arah yang salah di tengah perjalanan. Selama pelariannnya itu dia hidup hanya dengan minum air dan bahkan memakan kuku dan kerak kulitnya sendiri.

Namun setelah dua hari melarikan diri di hutan yang lebat, setelah ia merasa akan menyerah untuk hidup, Matthew tiba di sebuah desa dan bertemu dengan penduduk asli kelompok adat Kogui.

“Suku yang menemukan saya memberi saya sup dan kacang-kacangan dengan sedikit garam dan tiga jeruk. Itu adalah satu-satunya hal yang saya makan dalam 12 hari terakhir," kata Matthew.

Penduduk setempat lalu menghubungi tentara. Matthew kemudian diterbangkan dengan helikopter ke pangkalan militer di Santa Marta di pantai Karibia.

Meskipun pernah mengalami peristiwa yang mengancam keselamatannnya, dia tidak akan menghentikan keinginannya untuk terus menjelajahi dunia.

Sematacerita menyediakan kisah-kisah nyata, cerita fiksi terjemahan dan orisinal.