Arwah Penasaran Di Rumah Pembantaian Villisca

Josiah, yang biasa dipanggil Joe, tinggal bersama istrinya yang bernama Sarah, dan 4 anaknya: Hererman Montgomery 11 tahun, Mary Katherine berumur 10 tahun, Arthur Boyd 7 tahun, dan Paul Vernon 5 tahun.

Di lingkungannya keluarga kaya ini sangat dikenal dan disukai.

Pada 9 Juni 1912 Katherine mengundang dua temannya -Ina Mae 8 tahun dan Lena Gertrude Stillinger 12 tahun- untuk menginap di rumahnya.

Malam itu keluarga Moore dan 2 tamu anaknya itu berangkat ke gereja Presbyterian untuk mengikuti Program Hari Anak yang dikoordinir oleh Sarah. Sehabis acara, 8 orang itu pulang ke rumah Moore.

Keesokan harinya, sekitar pukul 7 pagi, Mary Peckham -salah seorang tetangga keluarga Moore- merasakan hal yang aneh. Tak seorang pun anggota keluarga muncul tampak keluar rumah untuk melakukan kegiatan yang biasa dilakukan pagi hari. 

Marry bahkan merasa khawatir. Mary mengetuk rumah Moore. Tak ada jawaban. Ia lalu mencoba membuka pintu rumah itu, tapi terkunci dari dalam. Ia segera bergegas meninggalkan rumah itu dan menghubungi kakak Josiah yang bernama Ross More. 

Juga tak ada jawaban ketika Ross mengetuk pintu dan memanggil-manggil keluarga Moore. Ross akhirnya membuka pintu rumah itu dengan kunci duplikat yang ia punya. Sementara Peckham berdiri di teras, Moore pergi ke ruang tamu dan membuka pintu kamar tidur tamu. Di situlah Ross menemukan mayat Ina dan Lena Stillinger. 

Ia segera menyuruh Marry untuk memanggil Hank Horton, petugas keamanan utama Villisca. Hank tiba tak lama kemudian. Ia masuk dan menyusuri seluruh penjuru rumah. Ia menemukan seluruh keluarga Moore dan dua gadis Stillinger telah mati dibantai.

Senjata yang dipakai dalam pembantaian itu, kapak milik Yosia, ditemukan di ruang tamu.

 

Siapakah pembunuhnya?

Diperkirakan, pembunuhan terjadi antara tengah malam sampai pukul 5 pagi. Pembunuh memulai aksinya di kamar tidur utama, tempat Josiah dan Sarah Moore sedang tidur. Dibandingkan dengan korban lain, Josiah adalah korban yang terluka paling parah. Kapak pembunuh telah memotong wajahnya sampai-sampai matanya tak bisa ditemukan. 

Kemudian pembunuh masuk ke kamar anak-anak yang sedang lelap tidur dan mengampak kepala mereka. Barulah pembunuh membantai Ina dan Lena. Ada tanda-tanda Lena sempat melakukan perlawanan saat itu pada saat pelaku akan melakukan pelecehan seksual.

Beberapa orang sempat dijadikan tersangka dalam kasus ini. Namun semuanya dilepas karena tidak ada bukti kuat untuk menghukum mereka. Bahkan sampai sekarang, pembantai keluarga Moore belumlah terungkap. 

 

Arwah mereka masih bergentayangan?

Tahun demi tahun, pemilik dan penyewa rumah itu berganti-ganti.

Tampaknya tidak ada yang betul-betul mampu bertahan lama di rumah itu. Keangkeran dan gangguan-gangguan gaib tampaknya menjadi penyebabnya. Pada tahun 90-an, bekas rumah keluarga Moore itu benar-benar tak ada yang mau menghuni.

Linda Cloud dan Patty Williamson adalah dua bersaudara yang pernah tinggal di rumah pembantaian itu sewaktu mereka kecil. Banyak kejadian menyeramkan yang pernah mereka alami selama menghuni rumah itu.

Ketika pertama kali pindah ke rumah itu, kata Patty, mereka tidur di lantai dapur. Semalaman Patty dan Linda mendengar suara-suara anak kecil tanpa tubuh mengajak mereka berbicara. Tapi, ketika mereka menyampaikan pengalaman menakutkan selama semalam itu kepada orangtuanya, omongan mereka tak dipercaya.

Pengalaman lain yang tak kalah menyeramkan adalah ketika ayahnya diserang. Ayah Patty dan Linda punya kebiasaan mengasah pisau sendiri. 

Suatu hari, ketika hendak melakukan kebiasaannya itu, tiba-tiba si ayah merasa ada kekuatan yang sangat hebat yang membuat arah pisahnya berubah. Dengan paksaan kekuatan gaib dari luar itu, si ayah menusukkan pisau ke ibu jarinya sendiri.

Hal yang serupa juga terjadi pada November 2014 lalu. Steven Laursen, seorang paranormal tiba-tiba menusukkan pisau ke dadanya sendiri yang saat mengunjungi rumah itu.

 

Menjadi tempat wisata horor

Rumah tempat pembantaian keluarga Moore -yang lebih dikenal dengan sebutan "Villisca Ax Murder House" itu memang dibuka sebagai tempat wisata horor, setelah keluarga Darwin Linn merawatnya pada tahun 90-an.

Banyak turis biasa maupun paranormal mengunjungi rumah itu. Ada yang sekadar penasaran. Ada juga yang mencoba mengungkap misteri 100 tahun lalu itu lewat cara paranormal: mereka mencoba berkomunikasi dengan arwah-arwah yang diyakini masih menghuni rumah itu.

Tahukah anda berapa pengunjung rumah itu setiap harinya? 8 sampai 200 orang setiap hari! Rumah horor, selain menakutkan, memang bikin penasaran.

 

Sematacerita menyediakan kisah-kisah nyata, cerita fiksi terjemahan dan orisinal.